Translate

Senin, 26 Agustus 2013

12 FILM INDONESIA TERBAIK 2012 VERSI CINETARIZ


Tahun 2012 telah kita tinggalkan sepekan yang lalu. Banyak kenangan manis dan pahit yang telah saya dapatkan sepanjang tahun itu. Sungguh sebuah tahun terbaik (sekaligus terburuk) bagi saya. Tidak akan pernah saya lupakan hingga nafas berhembus untuk terakhir kalinya. Dalam postingan ini, tentu saya tidak akan berceloteh mengenai kehidupan pribadi saya mengingat blog ini dikhususkan untuk membahas mengenai film - atau apapun yang berkaitan dengan film. Seperti kebiasaan saya (dan kebiasaan miliaran penggemar film di seluruh dunia) setiap menjelang akhir tahun atau jika terlambat, usai tahun baru, maka saya pun menghadirkan untuk kalian pagelaran 'Film Terbaik 2012' yang rencananya akan berlangsung sepanjang minggu ini (semoga...). Jika di tahun sebelumnya saya langsung membukanya dengan deretan 20 film terbaik secara keseluruhan, maka untuk kali ini saya akan mengawalinya terlebih dahulu dengan '12 Film Indonesia Terbaik 2012 Versi Cinetariz'. Anda pasti bertanya-tanya, ada apakah gerangan? 

Well... Diakui atau tidak, tahun 2012 adalah salah satu tahun terbaik bagi perfilman Indonesia. Salah satu film produksi anak bangsa, The Raid, mendapat puja puji dari berbagai pihak dan kritikus asing serta berkesempatan untuk menembus Amerika Serikat yang notabene dingin terhadap produk asing. Selain itu, berita menggembirakan pun datang dari sejumlah sineas yang berhasil memboyong film buatan mereka untuk bertarung di berbagai festival film bertaraf internasional serta turut membawa oleh-oleh berupa piala saat kembali ke Indonesia. Apakah masih ada lagi? Ya... di penghujung tahun 2012, kita berkesempatan untuk menyaksikan bagaimana film Indonesia menjadi tuan rumah di negerinya sendiri. Habibie & Ainun serta 5 cm saling berkompetisi untuk meraih 2 juta penonton yang mana sudah sangat sulit diraih oleh film nasional manapun saat ini, termasuk The Raid. Dengan segala gegap gempita terhadap perfilman Indonesia sepanjang tahun 2012 lalu, masihkah ada dari Anda yang memandang rendah film Indonesia? 

Bahkan saking banyaknya film Indonesia yang bagus sepanjang 2012, saya sempat pusing tujuh keliling saat berusaha untuk menyusun daftar ini. Ada cukup banyak film yang terpaksa saya korbankan dengan menimbang satu dan lain hal. Tentunya, pemilihan 12 film yang berhasil lolos ke tahap akhir ini dipengaruhi oleh selera sehingga jika ada pro dan kontra yang menyertai, maka itu sesuatu yang teramat wajar. Sebelum saya membawa Anda ke posisi 12 teratas, izinkanlah saya untuk mengungkap 'honorable mentions' terlebih dahulu. 

* Honorable mentions: 

- Sampai Ujung Dunia 

Dan... akhirnya, inilah 12 film Indonesia terbaik 2012 versi Cinetariz: 

Memang bukan yang terbaik dari seorang Joko Anwar, akan tetapi Modus Anomali tetaplah sebuah film yang menarik untuk disimak terlebih bagi Anda yang menggemari film thriller dengan segudang teka-teki di dalamnya. Jalinan kisahnya yang penuh misteri digeber sejak menit pertama yang membuat penonton bertanya-tanya, “apa yang sesungguhnya terjadi?”, “siapa dia?”, atau “mengapa mereka?.” 

Melalui enam kisah berbeda warna yang terkadang cerah ceria, namun seringkali cenderung suram, Salman Aristo memotret kehidupan warga Jakarta dengan menjumput segelintir sampel. Meski dituturkan secara sederhana, Jakarta Hati terasa istimewa lantaran kedalaman emosi yang disuntikkan ke dalam jalinan penceritaannya serta performa memukau dari jajaran pemainnya. 

Kemenangan besarnya di FFI 2012 tempo hari memang membuat dahi ini mengernyit, akan tetapi saya tidak menampik bahwa Tanah Surga... Katanya adalah salah satu film terbaik produksi anak bangsa dari tahun lalu. Naskah bernas garapan Danial Rifki sanggup berbicara lantang kala melancarkan sindiran-sindiran serta gugatan kepada pemerintah yang seolah masa bodoh terhadap nasib wong cilik. 

Inilah film romansa dari Indonesia yang memiliki cita rasa Korea Selatan. Hello Goodbye mempunyai takaran yang pas dan tidak kelewat berlebihan tatkala mengumbar romantisme. Dialog-dialognya yang mengalir lancar, kuat, dan lucu menjadi kekuatan utama dari film perdana Titien Wattimena ini disamping chemistry luar biasa antara Atiqah Hasiholan dengan Rio Dewanto serta soundtrack dari Eru yang bikin candu. 

8. Mata Tertutup 
Saat pertama kali menyimak Mata Tertutup, saya terperangah. Tidak hanya disebabkan oleh pengisahannya yang setapak demi setapak semakin membangkitkan minat serta emosi, tetapi juga setelah saya menyadari bahwa inilah pertama kalinya saya benar-benar bisa menikmati karya Garin Nugroho. Mata Tertutup yang dibuat dengan niat untuk keperluan pendidikan sama sekali tidak terasa menggurui berkat penyampaiannya yang personal. 

Rayya Cahaya di Atas Cahaya adalah sebuah film Indonesia yang sangat indah yang mengulik perjalanan seseorang yang memertemukannya dengan jati dirinya yang sebenarnya serta menemukan makna lain dari kebahagiaan. Menjadi sebuah ‘comeback’ yang sempurna bagi Viva Westi setelah terjebak dalam film-film ala kadarnya, film ini turut ‘bercahaya’ berkat kolaborasi akting Titi Sjuman dan Tio Pakusadewo yang cemerlang serta tentunya deretan gambar yang memanjakan mata. 

Sebagian orang memilih untuk mengacuhkan film ini lantaran pilihan judulnya yang seolah menyiratkan bahwa ini film ‘nggak bener’. Sungguh sayang sekali jika Anda berpikiran seperti itu karena Test Pack adalah sebuah film drama komedi terkuat tahun lalu dengan jalinan kisah yang menggelitik sekaligus menguras emosi. Reza Rahadian berduet maut dengan Acha Septriasa yang memberikan akting terbaik dalam sejarah karirnya. Sangat pantaslah dia menenteng Piala Citra dari FFI 2012. 

Terlepas dari product placement-nya yang tidak bisa diterima oleh akal sehat, Habibie & Ainun adalah sebuah film yang sangat cantik. Faozan Rizal memberikan sebuah bingkisan akhir tahun yang manis, lembut, dan hangat bagi masyarakat Indonesia. Sulit untuk tidak menitikkan air mata usai menyaksikan film ini di layar lebar. Kekuatan di sektor naskah dan teknis semakin ditunjang oleh akting kelas wahid dari Reza Rahadian yang nampak melebur dengan karakter yang dibawakannya. 

4. Lovely Man 
Teddy Soeriaatmadja dengan nekat mengapungkan tema yang provokatif bagi masyarakat Indonesia untuk film panjang keenamnya. Bertutur mengenai reuni penuh kecanggungan di suatu malam antara seorang gadis pesantren berjilbab dengan sang ayah yang menjelma sebagai waria di malam hari. Lovely Man yang memiliki penceritaan sangat baik dengan serangkaian dialog yang terasa intim, emosional, sekaligus menohok serasa kian menawan berkat sejumlah shot cantik yang terkandung di dalam film serta permainan sempurna dari Donny Damara dan Raihaanun. Dua jempol ke atas. 

3. Negeri di Bawah Kabut 
Dalam khasanah perfilman Indonesia, pengertian film dokumenter tidak jauh-jauh dari reportase investigatif. Yang berani untuk bereksperimen, jumlahnya bisa dihitung dengan jari. Negeri di Bawah Kabut adalah salah satu dari kelompok kecil itu. Cara bertuturnya yang mempergunakan alur dan dialog alih-alih berupa wawancara panjang menjemukan membuat film enak untuk disantap. Geli menyimak tingkah polah warga desa yang polos, terharu menyaksikan perjuangan mereka dalam mengatasi serangkaian permasalahan yang tidak henti-hentinya mendera, dan terkesima melihat panorama pegunungan Merbabu yang ‘Subhanallah’ cantik sekali. 

The Raid adalah jawaban atas pertanyaan ‘kapan perfilman Indonesia bisa membuat film laga yang seru?’ yang telah dilayangkan menahun. Tanpa dibekali skrip yang memadai, Gareth Evans tetap sanggup membuat penonton duduk manis di dalam bioskop dan terpukau menyaksikan gelaran aksi yang ditebar nyaris tanpa putus yang memacu adrenalin. Desingan peluru, baku hantam, hingga muncratan darah adalah apa yang akan Anda dapatkan saat menyaksikan film ini. Penonton terlalu sibuk untuk dibuat tegang, bersorak sorai, atau malah mengumpat sehingga dapat memaafkan plot-nya yang setipis kertas. 

Inilah film Indonesia yang paling membuat saya terkesan sepanjang 2012. Tanpa perlu berbasa basi mengupas problematika kehidupan yang rumit, Cita-Citaku Setinggi Tanah telah mencuri hati saya dengan kesederhanaannya. Yang dibicarakan oleh Eugene Panji di sini adalah impian seorang bocah SD untuk makan di restoran Padang. Kejujuran, ketulusan, dan kesederhanaan yang disuntikkan ke dalam penceritaan membuat film ini terasa begitu hangat, membumi, dan mengena. Sulit untuk dipercaya bahwa film sebagus ini merupakan hasil kerja keras dari para pemain dan kru yang mayoritas adalah orang baru di perfilman.